Sahabat dekatku (seorang polisi di kota Madinah) bercerita kepadaku kemarin malam di masjid Nabawi setelah isya, tanggal 19 Desember 2013):
“Pamanku, kakak ayahku adalah seorang yang sangat berbakti kepada ayahnya. Pada suatu hari –seperti kebiasaannya- ia menyiapkan sendal/sepatu dan memakaikan sendal ke kedua kaki ayahnya. Namun pada saat itu, ada sesuatu hal yang lain yang tidak biasa dilakukan oleh pamanku. Tatkala ia memakaikan kedua sendal/sepatu ke kedua kaki ayahnya, pamanku terus memandang wajah ayahnya sambil memakaikan kedua sendalnya. Maka sang ayahpun tertegun, dan berkata bahkan menghardiknya, “Kenapa engkau memandangku terus?”. Maka pamanku –yang tatkala itu masih muda belia dan belum menikah- berkata : “Wahai ayahanda, aku ingin puas memenuhi kedua mataku dengan memandang wajahmu…”
Mendengar jawaban pamanku maka sang ayah langsung sujud syukur seketika itu juga lalu mendoakan agar Allah memberkahi pamanku, memberkahi hartanya, dan anak keturunannya.
Sekarang pamanku masih hidup, sedangkan ayahku sudah meninggal, padahal pamanku lebih tua dari ayahku. Pamanku setelah itu menikahi 4 orang wanita, dan dianugrahi 29 anak laki-laki, anak perempuan entah berapa. Dan rizkinya dilapangkan oleh Allah ta’ala.
Jika pamanku membeli makanan di kios, selalu ia membeli sayuran berkarton-karton, membeli roti berdos-dos, membeli sesuatu dalam jumlah yang banyak. Sehingga pemilik kios kaget melihat pamanku, seakan-akan ia mau menyiapkan makanan untuk orang sekampung?!. Ini semua karena pamanku adalah keluarga yang sangat besaaar…!
Anak lelaki yang paling kecil seumuran denganku (yaitu sekitar 45 tahunan). Yang menakjubkan, seluruh anak-anaknya berbakti kepada pamanku”.
Demikianlah tuturan sahabatku, mengingatkan kepada kita bahwa berbakti bukan hanya kepada ibu, ayahpun memiliki hak yang besar untuk kita berbakti. Semoga Allah menjadikan kita anak-anak yang berbakti, dan menjadikan anak-anak kita kelak juga berbakti kepada kita.